I. IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskanuntuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalah media informasi yang netral untuk membant pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Karena itu, iklan lalu mirip sepertu brosur. Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat. Misalnya, iklan menggunakan objek binatang langka tertentu yang tampil secara menarik dan lucu, atau burung-butung tropis, pemandangan alam, dan semacamnya dengan disertai nama produk disalah satu bagian iklan itu, tanpa ada kata-kata bujuk rayu atau manipulasi apapun.
a. Fungsi Iklan Sebagai Pemberi Informasi dan Pembentuk Opini
Pendapat
pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan
merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada
masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar.
Yang ditekankan di sini adalah bahwa
iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh
kenyataannya yang serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan
adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga
akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam
kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan
sasaran paling jauh. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar
konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan
kemudahan-kemudahannya.
Dalam
kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan
keputusan untuk membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan
hanyalahmedia informasi yang netral untuk membantu pembeli memutuskan
secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi kebutuhan
hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur.
Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak
menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap dapat tampil
menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan
dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada
tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas
informasi yang disampaikan sebuah iklan. Pertama, produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga, bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif akan lebih di gemari. Karena, pertama,
masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan
ditipu oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang
sebenarnya. Kedua, masyarakat sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan suatu produk. Ketiga,
peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar
dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.
Berbeda
dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik
iklan dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum
masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip
dengan fungsi propaganda politik
yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi
iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu.
Caranya dengan menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan
tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk
tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan
manipulatif.
Secara
etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu
benar-benar memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai
alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasif sangat
beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis
tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi
terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk
bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada
baiknya kita bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi
non-rasional. Persuasi rasional tetap mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu
persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi
argumen itu. Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan
siapa sasaran dari argumen itu.yang penting adalah isi argumen
tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang mengandalkan
persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan
.jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian
konsumen terdorong untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam
itumemang berisi informasi yang benar,hanya saja kebenaran informasi
tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat
sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata
lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.
Berbada
dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan
aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa
terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan
itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat rasional,
melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan
yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu,
gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan
dengan baik.
Iklan
yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu
bersifat non-rasional. Pertama, karena iklan semacam itu tidak
mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan memanipulasi aspek
psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan dan penuh
bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan memilih
pada konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk
mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan yang
rasional dan terbukti kebenaranya.
b. Beberapa Persoalan Etis Periklanan
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-rasional. Pertama,
iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini
jelas sekali terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai
kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu.
Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah
pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan,
khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini
justru sangat bertentangan dengan imperatif moral Kant bahwa manusia
tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain di
luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pada fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri
informasi untuk membantunya memilih produk tertentu.
Kedua,
dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif non-rasional
menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi
konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik karena dengan demikian
akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan,
dapat memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi kebutuhan
hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul
masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga,
yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulatif
dan persuasif non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau
citra memiliki barang sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum merasa
diri penuh kalau belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang
film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah
identitas massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan.
Keempat,
bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial
yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan
yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial
di mana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar hidup.
Iklan yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan
sesamanya yang miskin.
Kendati
dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan
tertentu, ada baiknya kami paaparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu
diperhatikan dalam iklan. Pertama, iklan tdak boleh menyampaikan
informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen. Masyarakat dan
konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk tertentu.
Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karenatelah diperdaya oleh
iklan tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang
produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia.
Ketiga, iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara
kasar dan terang-terangan. Keempat, iklan tidak boleh mengarah pada
tindakan yang bertentangan dengan moralitas: tindak kekerasan, penipuan,
pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat manusia dan
sebagainya.
c. Makna Etis Menipu Dalam Iklan
Entah
sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum, iklan
pada akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah
perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentukk bukan terutama
karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan terutama
terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan
dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat
ataupun tersirat. Karena itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media
untuk mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip
etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran,
yakni mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak
hanya menyangkut kepentingan banyak orang, melainkan juga pada akhirnya
menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai sebuah
profesi yang baik.
Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena itu secara moral
dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang
tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang menampilkan
pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak
konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa
adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain,
berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral
adalah iklan yang mem beri pernyataan atau informasi yang benar
sebagaimana adanya.
d. Kebebasan Konsumen
Iklan
merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan
hubungan antara produsen dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan
menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan
pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang
dijual dalam pasar.
Kode
etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh
iklan ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai
pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga konsumen), ahli hukum,
pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa
harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting
adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu
benar-benar punya komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi
masyarakat.
Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan
perangkat legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang
periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah, melalui
departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi
masyarakat.
II. ETIKA PASAR BEBAS
1. Keuntungan Moral Pasar Bebas
- System ekonomi pasar bebas menjamin keadilan melalui jaminan perlakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku ekonomi.
- Ada aturan yang jelas dan fair, dan k arena itu etis. Aturan ini diberlakukan juga secara fair,transparan,konsekuen, dan objektif. Maka, semua pihak secara objektif tunduk dan dapat merujuknya secara terbuka.
- Pasar member peluanyang optimal, kendati belum sempurna, bagi persingan bebas yang sehat dan fair.
- Dari segi pemerataan ekonomi, pada tingkat pertama ekonomi pasar jauh lebih mampu menjamin pertumbuhan ekonomi.
- Pasar juga memberi peluang yang optimal bagi terwujudnya kebebasan manusia.
2. Peran Pemerintah
Syarat utama untuk menjamin sebuah system ekonomi pasar yang fair dan
adil adalah perlunya suatu peran pemerintah yang sangat canggih yang
merupakan kombinasi dari prinsip non-intervention dan prinsip campur
tangan, khususnya demi menegakan keadilan.
Dengan kata lain, syarat utama bagi terwujudnya system pasr yang adil dan dengan demikian syarat utama bagi kegiatan bisnis yang baik dan etis adalah perlunya suatu pemerintah yang adil juga. Artinya, Pemerintah yang benar-benar bersikap netral dan tunduk pada aturan main yang ada, berupa aturan keadilan yang menjamin hak dan kepentingan setiap orang secara sama dan fair.
Maka siapa saja yang melanggar aturan main akan ditindak secara konsekuen, siapa saja yang dirugikan dak dan kepentingannya akan dibela dan dilindungi oleh pemerintah terlepas dari stastus social dan ekonominya.
Dengan kata lain, syarat utama bagi terwujudnya system pasr yang adil dan dengan demikian syarat utama bagi kegiatan bisnis yang baik dan etis adalah perlunya suatu pemerintah yang adil juga. Artinya, Pemerintah yang benar-benar bersikap netral dan tunduk pada aturan main yang ada, berupa aturan keadilan yang menjamin hak dan kepentingan setiap orang secara sama dan fair.
Maka siapa saja yang melanggar aturan main akan ditindak secara konsekuen, siapa saja yang dirugikan dak dan kepentingannya akan dibela dan dilindungi oleh pemerintah terlepas dari stastus social dan ekonominya.
III. MONOPOLI
1. Monopoli
Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar
di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga
pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai
"monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat
menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang
akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal
harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian,
penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila
penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau
berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk
tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya di pasar gelap (black market).
Ciri dan sifat
Ada beberapa ciri dan sifat dasar pasar monopoli. Ciri utama pasar
ini adalah adanya seorang penjual yang menguasai pasar dengan jumlah
pembeli yang sangat banyak. Ciri lainnya adalah tidak terdapatnya barang
pengganti yang memiliki persamaan dengan produk monopolis; dan adanya
hambatan yang besar untuk dapat masuk ke dalam pasar.
Hambatan itu sendiri, secara langsung maupun tidak langsung,
diciptakan oleh perusahaan yang mempunyai kemampuan untuk memonopoli
pasar. Perusahaan monopolis akan berusaha menyulitkan pendatang baru
yang ingin masuk ke pasar tersebut dengan beberapa cara; salah satu di
antaranya adalah dengan cara menetapkan harga serendah mungkin.
Dengan menetapkan harga ke tingkat yang paling rendah, perusahaan
monopoli menekan kehadiran perusahaan baru yang memiliki modal kecil.
Perusahaan baru tersebut tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan
monopolis yang memiliki kekuatan pasar, image produk, dan harga murah, sehingga lama kelamaan perusahaan tersebut akan mati dengan sendirinya.
Cara lainnya adalah dengan menetapkan hak paten atau hak cipta dan hak eksklusif pada suatu barang, yang biasanya diperoleh melalui peraturan pemerintah.
Tanpa kepemilikan hak paten, perusahaan lain tidak berhak menciptakan
produk sejenis sehingga menjadikan perusahaan monopolis sebagai
satu-satunya produsen di pasar.
Monopoli yang Tidak Dilarang
- Monopoli by Law
Monopoli oleh negara untuk cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
- Monopoli by Nature
Monopoli yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena didukung iklim dan lingkungan tertentu.
- Monopoli by Lisence
Izin penggunaan hak atas kekayaan intelektual.
2. Oligopoli
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memosisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktik oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk ke dalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga di antara pelaku usaha yang melakukan praktik oligopoli menjadi tidak ada.
Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebaiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel.
3. Suap
Definisi suap (Undang-undang No. 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap)
Pasal 2
... memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, ...
Pasal 3
... menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, ...
4. Undang-Undang Anti Monopoli
a. Pengertian
Pengertian Praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
b. Azas dan Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha di
Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan
kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku
usaha dan kepentingan umum.
Tujuan yang terkandung di dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
1. Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat,
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha.
4. Terciptanya
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
c. Kegiatan yang dilarang
Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang
bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeduaMonopsoni Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai
penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam
pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan;
b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 Pelaku usaha dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau
jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik
dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
Sumber:
http://books.google.co.id/books?id=5QzuFOFAxbUC&pg=PA197&lpg=PA197&dq=iklan+dan+dimensi+etisnya&source=bl&ots=dlHlnku6Rn&sig=TkZS3zWrKfsPy0aVBj82V5DxzX0&hl=id&sa=X&ei=0JrcUpq6Ac3irAftl4CADg&redir_esc=y#v=onepage&q=fungsi%20iklan%20sebagai%20pemberi%20informasi&f=false
http://otnayi.blogspot.com/2011/12/iklan-dan-dimensi-etisnya.html
http://zulkarnaen-zulkarnaen.blogspot.com/2009/12/etika-pasar-bebas.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli
http://id.wikipedia.org/wiki/Oligopoli
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20130101231721AAmGaHQ
http://madewahyudisubrata.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html
No comments:
Post a Comment